Keisomeran Geometri
Tanggal Praktikum : 14 Mei 2013
Tanggal Laporan : 21 Mei 2013
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
KEISOMERAN
GEOMETRI: PENGUBAHAN ASAM MALEAT MENJADI ASAM FUMARAT
Aulia Syahida Salsabila
Agroteknologi A
1127060015
JURUSAN AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Tujuan
- Menentukan titik leleh dan bentuk kristal dari asam maleat dan asam fumarat
- Menentukan massa asam maleat dan asam fumarat yang terbentuk
- Menentukan % rendemen asam maleat dan asam fumarat
- Mengubah asam maleat menjadi asam fumarat
BAB II
TEORI DASAR
Isomer adalah molekul yang memiliki rumus molekul sama, tetapi
memiliki pengaturan yang berbeda dari atom dalam ruang. Yang mengecualikan
setiap pengaturan yang berbeda yang hanya karena molekul berputar secara
keseluruhan, atau berputar tentang obligasi tertentu.
Suatu senyawa memiliki rumus molekul dan rumus struktur. Rumus
molekul adalah rumus umum yang dimiliki oleh suatu senyawa yang dalam hal ini
kadang kala sama dengan rumus molekul pada senyawa organik yang lain. Rumus
struktur adalah rumus yang dimiliki oleh suatu senyawa yang membedakannya sengan
senyawa organik yang lain.
Dalam ilmu kimia, isomer ialah molekul-molekul dengan rumus kimia
yang
sama (dan sering dengan jenis ikatan yang sama), namun memiliki susunan atom yang berbeda (dapat diibaratkan sebagai sebuah anagram). Kebanyakan isomer memiliki sifat kimia yang mirip satu sama lain. Juga terdapat istilah isomer nuklir, yaitu inti-inti atom yang memiliki tingkat eksitasi yang berbeda.
Contoh sederhana dari suatu isomer adalah C3H8O. Terdapat 3 isomer dengan rumus kimia tersebut, yaitu 2 molekul alkohol dan sebuah molekul eter. Dua molekul alkohol yaitu 1-propanol (n-propil alkohol, I), dan 2-propanol (isopropil alkohol, II). Pada molekul I, atom oksigen terikat pada karbon ujung, sedangkan pada molekul II atom oksigen terikat pada karbon kedua (tengah). Kedua alkohol tersebut memiliki sifat kimia yang mirip. Sedangkan isomer ketiga, metil etil eter, memiliki perbedaan sifat yang signifikan terhadap dua molekul sebelumnya. Senyawa ini bukan sebuah alkohol, tetapi sebuah eter, dimana atom oksigen terikat pada dua atom karbon, bukan satu karbon dan satu hidrogen seperti halnya alkohol. Eter tidak memiliki gugus hidroksil.
sama (dan sering dengan jenis ikatan yang sama), namun memiliki susunan atom yang berbeda (dapat diibaratkan sebagai sebuah anagram). Kebanyakan isomer memiliki sifat kimia yang mirip satu sama lain. Juga terdapat istilah isomer nuklir, yaitu inti-inti atom yang memiliki tingkat eksitasi yang berbeda.
Contoh sederhana dari suatu isomer adalah C3H8O. Terdapat 3 isomer dengan rumus kimia tersebut, yaitu 2 molekul alkohol dan sebuah molekul eter. Dua molekul alkohol yaitu 1-propanol (n-propil alkohol, I), dan 2-propanol (isopropil alkohol, II). Pada molekul I, atom oksigen terikat pada karbon ujung, sedangkan pada molekul II atom oksigen terikat pada karbon kedua (tengah). Kedua alkohol tersebut memiliki sifat kimia yang mirip. Sedangkan isomer ketiga, metil etil eter, memiliki perbedaan sifat yang signifikan terhadap dua molekul sebelumnya. Senyawa ini bukan sebuah alkohol, tetapi sebuah eter, dimana atom oksigen terikat pada dua atom karbon, bukan satu karbon dan satu hidrogen seperti halnya alkohol. Eter tidak memiliki gugus hidroksil.
Terdapat dua jenis isomer, yaitu isomer struktural dan stereoisomer.
Isomer struktural adalah isomer yang berbeda dari susunan/urutan atom-atom
terikat satu sama lain. Sedangkan stereoisomer memiliki struktur yang sama,
namun beberapa atom atau gugus fungsional memiliki posisi geometri yang
berbeda.
§ Isomer rantai
Isomer-isomer ini muncul karena adanya kemungkinan dari percabangan
rantai karbon. Sebagai contoh, ada dua buah isomer dari butan, C4H10.
Pada salah satunya rantai karbon berada dalam dalam bentuk rantai panjang,
dimana yang satunya berbentuk rantai karbon bercabang.
§ Isomer posisi
Pada isomer posisi, kerangka utama karbon tetap tidak berubah.
Namun atom-atom yang penting bertukar posisi pada kerangka tersebut.
Sebagai contoh, ada dua isomer struktur dengan formula molekul C3H7Br. Pada salah satunya bromin berada diujung dari rantai. Dan yang satunya lagi pada bagian tengah dari rantai.
Sebagai contoh, ada dua isomer struktur dengan formula molekul C3H7Br. Pada salah satunya bromin berada diujung dari rantai. Dan yang satunya lagi pada bagian tengah dari rantai.
§ Isomer grup fungsional
Pada variasi dari struktur isomer ini, isomer mengandung grup
fungsional yang berbeda- yaitu isomer dari dua jenis kelompok molekul yang
berbeda.
Sebagai contoh, sebuah formula molekul C3H6O dapat berarti propanal (aldehid) or propanon (keton).
Sebagai contoh, sebuah formula molekul C3H6O dapat berarti propanal (aldehid) or propanon (keton).
Van’t Hoff menjelaskan keisomeran asam fumarat dan maleat karena
batasan rotasi di ikatan ganda, suatu penjelasan yang berbeda dengan untuk
keisomeran optik. Isomer jenis ini disebut dengan isomer geometri. Dalam bentuk
trans subtituennya (dalam kasus asam fumarat dan maleat, gugus karboksil)
terletak di sisi yang berbeda dari ikatan rangkap, sementara dalam isomer
cis-nya subtituennya terletak di sisi yang sama.
Dari dua isomer yang diisoasi, Van’t Hoff menamai isomer yang mudah
melepaskan air menjadi anhidrida maleat isomer cis sebab dalam isomer cis kedua
gugus karboksi dekat satu sama lain. Dengan pemanasan sampai 300 °C, asam
fuarat berubah menjadi anhidrida maleat. Hal ini cukup logis karena prosesnya
harus melibatkan isomerisasi cis-trans yang merupakan proses dengan galangan energi
yang cukup tinggi. Karena beberapa pasangan isomer geometri telah diketahui,
teori isomer geometri memberikan dukunagn yang baik bagi teori struktural Van’t
Hoff. Berikut merupakan mekanisme pembentukan asam fumarat dari asam maleat:
Pengubahan anhidrida maleat menjadi asam maleat
Pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat
Ikatan ionik diberntuk oleh tarkan elekrostatik antara kation dan
anion. Karena medan listrik suatu ion bersimetri bola, ikatan ion tidak
memiliki karakter arah. Sebaliknya, ikatan kovalen dibentuk dengan tumpang
tindih orbital atom. Karena tumpang tindih sedemikian sehingga orbital atom
dapat mencapai tumpang tindih maksimum, ikatan kovalen pasti bersifat terarah.
Jadi bentuk molekul ditentukan oleh sudut dua ikatan, yang kemudian ditentukan
oleh orbital atom yang terlibat dalam ikatan.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat &
Bahan
3.1.1 Alat
No
|
Alat
|
Banyaknya
|
1
|
Erlenmeyer 250 ml
|
1 buah
|
2
|
Erlenmeyer 50 ml
|
1 buah
|
3
|
Gelas kimia 100 ml
|
1 buah
|
4
|
Kaca arloji
|
1 buah
|
5
|
Gelas ukur 10 ml
|
1 buah
|
6
|
Corong
|
1 buah
|
7
|
Spatula
|
1 buah
|
8
|
Pembakar spirtus
|
1 buah
|
9
|
Kaki tiga + kassa
|
@1 buah
|
10
|
Neraca analitik
|
1 buah
|
11
|
Pipa kapiler
|
2 buah
|
12
|
Termometer
|
1 buah
|
13
|
Loupe
|
1 buah
|
14
|
Klem + statif
|
@1 buah
|
15
|
Pipet tetes
|
1 buah
|
3.1.2 Bahan
No
|
Bahan
|
Banyaknya
|
1
|
Anhidrida maleat
|
3 g
|
2
|
HCl pekat
|
3 ml
|
3
|
Aquades
|
4 ml
|
4
|
Air kran
|
secukupnya
|
5
|
Aluminium foil
|
Secukupnya
|
6
|
Kertas saring
|
2 buah
|
3.2 Prosedur
Kerja
1)
4 ml
aqades dididihkan di dalam labu erlenmeyer 50 ml (saat pendidihan, erlenmeyer
ditutup dengan aluminium foil untuk mencegah uap keluar). Kemudian ditambahkan
3 g anhidrida maleat.
2)
Setelah
larutan menjadi jernih, labu erlenmeyer yang berisi campuran aquades dan
anhidrida maleat didinginkan di bawah pancaran air kran sampai sejumlah
maksimum asam maleat mengkristal dari larutan. (larutan tersebut jangan sampai
mengkristal semua karena filtrat akan dipakai untuk pembentukan asam fumarat).
3)
Larutan
disaring dengan kertas saring. Kristal asam maleat yang terbentuk dikeringkan
dan ditimbang.
4)
Setelah
kristal kering, ditentukan titik leleh serta bentuk kristal dari asam maleat.
5)
Filtrat
yang tadi mengandung banyak asam maleat dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer
250 ml, kemudian ditambahkan 3 ml HCl pekat, dan kemudian dipanaskan atau
direfluks perlahan selama 20 menit.
6)
Setelah
asam fumarat mengendap dalam larutan panas, kristal asam fumarat yang terbentuk
didinginkan & dikeringkan pada suhu kamar kemudian ditimbang.
7)
Setelah
kristal kering, ditentukan titik leleh serta bentuk kristal dari asam fumarat.
BAB IV
PENGAMATAN
No
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1
|
4 ml aquades dalam erlenmeyer
|
Larutan tidak berwarna
|
2
|
Aquades dipanaskan
|
Larutan mendidih, tidak berwarna
|
3
|
+ 3 g anhidrida maleat
|
Larut, larutan tidak berwarna
|
4
|
Erlenmeyer dimasukkan ke dalam air (didinginkan)
|
Larutan sebagian menjadi kristal. Kristal berwarna putih, larutan
tidak berwarna
|
5
|
Larutan disaring dengan kertas saring (kristal asam maleat)
|
Kristal yang terbentuk tersaring, kristal berwarna putih, filtrat
tidak berwarna
|
6
|
Filtrat + 3ml HCl pekat, ditutup aluminium foil & dipanaskan
(kristal asam fumarat)
|
Larutan larut & tidak berwarna. Pada menit ke-10 larutan
mulai mengkristal sedikit, menit ke-15 mengkristal sebagian, menit ke-20
larutan mengkristal semua
|
7
|
Kristal asam maleat ditentukan titik lelehnya
|
Pada suhu 50˚C tidak terjadi perubahan. Pada suhu 75˚C mulai
mencair. Pada suhu 95˚C mencair
|
8
|
Kristal asam fumarat ditentukan titik lelehnya
|
Pada suhu 50˚C tidak terjadi perubahan. Pada suhu 80˚C mulai
mencair. Pada suhu 99˚C mencair
|
Data
Penimbangan
No
|
Penimbangan
|
Massa(g)
|
1
|
Erlenmeyer 1
|
36,7
|
2
|
Erlenmeyer 2
|
106,2
|
3
|
Kaca arloji
|
21,7
|
4
|
Kertas saring
|
0,2
|
5
|
Anhidrida maleat
|
3
|
6
|
Kristal asam maleat + kaca arloji + kertas saring
|
24,1
|
7
|
Kristal asam fumarat + erlenmeyer 2
|
109,1
|
Data
Refluks
No
|
Menit ke-
|
Hasil
|
1
|
3
|
Mulai mengkristal
|
2
|
10
|
Senyawa besar telah mengkristal
|
3
|
12
|
Campuran larutan sudah hampir mengkristal semuanya
|
4
|
20
|
Mengkristal semua
|
BAB V
PENGOLAHAN DATA & PERHITUNGAN
5.1
Perhitungan % Rendemen Asam Maleat
(berat asam maleat kotor)
5.2 Perhitungan
% Rendemen Asam Fumarat
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada percobaan keisomeran geometri dilakukan pengubahan asam maleat
menjadi asam fumarat. Mula-mula dilakukan pembuatan asam maleat terlebih dahulu
dengan menggunakan 3 g anhidrida maleat yang ditambahkan dengan 4 ml aquades
yang telah dididihkan. Pada saat pendidihan aquades dalam erlenmeyer,
erlenmeyer yang digunakan ditutup aluminium foil agar air yang menguap tidak
habis keluar, sehingga air tidak cepat habis saat dididihkan. Proses pendidihan
aquades berfungsi agar anhidrida maleat dapat cepat larut. Ketika penambahan
anhidrida maleat ke dalam air mendidih dalam erlenmeyer dilakukan dengan cepat
sehingga air yang mendidih tadi tidak banyak menguap. Penggunaan aquades
berfungsi sebagai pelarut sehingga mempermudah terjadi pembukaan ikatan pada
senyawa siklik dari anhidrida maleat dan terbentuknya karbokation.
Setelah penambahan anhidrida maleat pada air mendidih, larutan
tersebut tetap dididihkan sampai larutannya tidak berwarna. Larutan tidak
berwarna menandakan bahwa anhidrida maleat larut semua dalam air. Kemudian
erlenmeyer yang berisi larutan tersebut didinginkan di dalam air agar terbentuk
kristal. Pembentukan kristal pada proses ini harus terbentuk sebagian, artinya
sebagian larutan terbentuk kristal dan sebagian lagi masih dalam keadaan cair
(filtrat). Kristal yang terbentuk disaring dengan menggunakan kertas saring
agar kristal dan filtratnya terpisah. Setelah kristal yang tersaring kering, kristal
tersebut ditimbang dan diperoleh 2,2 g untuk kristal asam maleat, kemudian asam
maleat kotor sebesar 3,55 g sehingga menghasilkan % rendemen asam maleat
sebesar 61,97%.
Proses pengubahan anhidrida maleat menjadi asam maleat adalah:
Kristal asam maleat yang terbentuk kemudian ditentukan titik
lelehnya. Titik leleh yang didapatkan
adalah 95˚C. Hal ini tidak sesuai dengan titik leleh asam maleat secara
literatur yang leleh pada suhu 130˚C. Hal ini terjadi karena kemungkinan
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurang padatnya penyimpanan kristal
sehingga kurang terlihat apakah sudah mencair atau belum, air yang digunakan
langsung dalam keadaan panas, sehingga kristal langsung meleleh dan tidak
secara bertahap, api yang digunakan adalah spirtus sehingga apinya merah dan
sulit untuk diatur.
Filtrat yang diperoleh sebelumnya ditambahkan dengan HCl pekat.
Proses ini merupakan proses perubahan asam maleat menjadi asam fumarat.
Penambahan HCl berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk memprotonasi
salah satu gugus karbonil sehingga ikatan rangkap pada atom karbon dapat
beresonansi dan terjadi rotasi pada ikatan tunggal, selanjutnya ikatan rangkap
beresonansi kembali. Ion H+ dihasilkan lagi dari reaksi pada tahap
keempat.
Kemudian larutan direfluks dan erlenmeyer yang berisi filtrat
ditutup dengan aluminium foil. Fungsi refluks adalah untuk membantu proses
pemanasan pada asam fumarat, sehingga panas yang dihasilkan dapat berlangsung
secara kontinu dan merata. Sedangkan penutupan erlenmeyer dengan aluminium foil
berfungsi agar uap tidak keluar ke udara. Proses pemanasan dihentikan apabila
kristal terbentuk semua dan sempurna dan
tidak ada lagi larutan di dalamnya. Proses ini memakan waktu ± 20 menit.
Kemudian kristal dikeringkan dan ditimbang. Maka diperoleh berat asam fumarat
sebesar 2,9 g dan berat asam fumarat kotor sebesar 1,35 g sehingga diperoleh %
rendemen asam fumarat sebesar 214,81%. Besarnya rendemen asam fumarat yang
melebihi 100% ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti saat penimbangan
kristal yang terbentuk masih dalam keadaan basah, kemudian adanya zat pengotor
yang masuk dalam kristal.
Proses pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat adalah:
Kristal asam fumarat kemudian ditentukan titik lelehnya. Titik
leleh yang didapatkan sebesar 99˚C. Hal ini tidak sesuai dengan titik leleh
asam fumarat secara literatur yang leleh pada suhu 287˚C. Hal ini terjadi
karena kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurang padatnya
penyimpanan kristal asam fumarat pada pipa kapiler sehingga tidak terlalu
terlihat apakah asam fumarat sudah mencair atau belum, api yang digunakan
terlalu besar sehingga asam fumarat lebih cepat mencair, banyaknya pengotor
yang masuk dalam kristal sehingga kristal yang meleleh tersebut kemungkinan pengotornya.
Pada percobaan mengenai keisomeran geometri ini dilakukan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat. Sebelum dilakukan pengubahan menjadi asam fumarat, terlebih dahulu dilakuakan pembuatan asam maleat yang menggunakan anhidrida maleat sebagai bahan utama. Anhidrida maleat ditambahkan pada aquadest yang telah dididihkan. Dalam hal ini aquadest berfungsi sebagai pelarut sehingga mempermudah terjadinya pembukaan ikatan pada senyawa siklik dari anhidrida maleat dan terbentuknya karbokation. Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
Setelah dilakukan perhitungan, rendemen asam maleat yang diperoleh adalah sekitar 49%. Nilai rendemen tersebut dapat dikatakan sedang (mendekati setengahnya 50% dari 100%) dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi proses yang dilakukan tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dari kristal asam maleat yang terbentuk yaitu sekitar 1,74 gram.
Pada percobaan mengenai keisomeran geometri ini dilakukan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat. Sebelum dilakukan pengubahan menjadi asam fumarat, terlebih dahulu dilakuakan pembuatan asam maleat yang menggunakan anhidrida maleat sebagai bahan utama. Anhidrida maleat ditambahkan pada aquadest yang telah dididihkan. Dalam hal ini aquadest berfungsi sebagai pelarut sehingga mempermudah terjadinya pembukaan ikatan pada senyawa siklik dari anhidrida maleat dan terbentuknya karbokation. Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
Setelah dilakukan perhitungan, rendemen asam maleat yang diperoleh adalah sekitar 49%. Nilai rendemen tersebut dapat dikatakan sedang (mendekati setengahnya 50% dari 100%) dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi proses yang dilakukan tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dari kristal asam maleat yang terbentuk yaitu sekitar 1,74 gram.
Dengan %rendemen yang diperoleh sebesar 49%, hal ini dapat disebabkan: proses pemanasan yang kurang stabil dan atau proses pengkristalan yang kurang sempurna.
bisa juga terjadi karena kristal tidak semua terkumpul dalam kertas
saring, sehingga saat penimbangan, diperoleh massa kristal yang berbeda
dengan massa awal yaitu 3 gram.
Berdasarkan literatur titik leleh asam maleat yaitu 138°C. tetapi
dalam praktikum, kami tidak melakukan pengukuran titik leleh asam
maleat, hal ini dikarenakan waktu praktikum yang kurang untuk melakukan
pengukuran.
Pada proses sebelumnya sebagian
asam maleat mengkristal dalam air, karena kelarutan asam maleat dalam
air adalah sekitar 44,1 g/100 g air pada 25°C. Sebagian asam maleat
lainnya larut dalam air, yang kemudian digunakan untuk mengubah menjadi asam fumarat. Mekanisme reaksi pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat sebagai berikut:
Pada percobaan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat, larutan filtrat asam maleat dari proses sebelumnya ditambahkan HCl pekat dan direfluks perlahan-lahan. Dalam hal ini HCl pekat berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk memprotonasi salah satu gugus karbonil sehingga ikatan rangkap pada atom karbon dapat beresonansi dan terjadi rotasi pada ikatan tunggal, selanjutnya ikatan rangkap beresonansi kembali. Ion H+ dihasilkan lagi dari reaksi pada tahap keempat.
Pada percobaan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat, larutan filtrat asam maleat dari proses sebelumnya ditambahkan HCl pekat dan direfluks perlahan-lahan. Dalam hal ini HCl pekat berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk memprotonasi salah satu gugus karbonil sehingga ikatan rangkap pada atom karbon dapat beresonansi dan terjadi rotasi pada ikatan tunggal, selanjutnya ikatan rangkap beresonansi kembali. Ion H+ dihasilkan lagi dari reaksi pada tahap keempat.
Setelah
dilakukan refluks mulai terbentuk endapan kristal asam fumarat dari
larutan panas. Larutan didinginkan pada suhu kamar dan direkristalisasi
dengan air. Pada tahap rekristalisasi digunakan air sebagai pelarut yang
sesuai karena asam fumarat termasuk senyawa yang polar sehingga akan
larut dalam pelarut yang polar pula (like dissolve like).
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh rendemen asam fumarat sebesar 90%. Nilai rendemen ini
menunjukkan tingkat efisiensi dari percobaan yang dilakukan. Dapat
dikatakan bahwa tingkat efisiensi pembentukan asam fumarat lebih tinggi daripada tingkat efisiensi pembentukan asam maleat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kristal asam fumarat yang terbentuk yaitu 1,81 gram.
Hal ini juga dapat terjadi karena saat penyaringan kristal dengan
kertas saring, kristal yang terkumpul hampir tidak ada yang tertempel di
corong kimia, sehingga memiliki keakurasian yang tinggi, yaitu 90%.
Dari hasil pengukuran titik leleh diperoleh titik leleh asam fumarat yaitu 90°C. Berdasarkan literatur asam fumarat menyublim pada suhu 287°C. Dapat dikatakan bahwa kristal yang meleleh itu kemungkinan adalah pengotor-pengotornya seperti asam maleat sisa.
BAB VII
KESIMPULAN
Pada praktikum keisomeran geometri, anhidrida maleat sebanyak 3 g
diubah menjadi asam maleat dengan cara penambahan air yang dididihkan. Filtrat
yang diperoleh ditambah HCl dan direfluks sehingga menjadi asam maleat. Kristal
asam maleat yang didapatkan berbentuk serbuk putih seberat 2,2 g dengan %
rendemen 61,97% dan titik lelehnya 95˚C. Sedangkan kristal asam fumarat yang
didapatkan berbentuk serbuk putih seberat 2,9 g dengan % rendemen 214,81% dan
titik lelehnya 99˚C.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A, dan Underwood. 1987. Analisis Kimia
Kualitatif. Jakarta:
Erlangga.
Keenan, Charles. W dkk. 1992. Kimia untuk
Universitas jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Brandy, E. James. 1989. Kimia Universitas Asas dan
Struktur. Jakarta:
Binarupa
Aksara.
Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid
I. Jakarta:
Erlangga.
Heart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah
Singkat. Jakarta:
Erlangga.
Day, R.A, dan Underwood. 1987. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga: Jakarta
Keenan, Charles. W dkk. 1992. Kimia untuk Universitas jilid 2. Erlangga: Jakarta
Brandy, E. James. 1989. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta
Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid I. Erlangga: Jakarta
Heart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga: Jakarta